Hari 1 Aku akan mati sebentar lagi, lebih tepatnya seratus hari lagi, itulah yang wanita berjubah putih itu katakan di depan kedua orang…

Di balik senyuman, sebuah kemalangan merangsang dan menjalar. Di balik tawa, sebuah jeritan menggema di luar nalar. Di balik kebahagiaan…

Tak ada suara yang terdengar, hanya kesunyian menjelang senja yang mengisi kekosongan ruang. Sesekali gesekan antara kulit yang membalik…

“Lagi?” aku langsung kembali memasukkan ponsel ke dalam saku celana tanpa membukanya. Melirik ke kalender yang ada di atas meja, tidak salah…

Kulangkahkan kaki ini di atas keringnya rerumputan, layu dan gersang tanpa ada tetesan hujan. Kugapai angin yang tak terlihat dan tak…

Di sekelilingku, di sekitarku, di hadapanku maupun belakangku, semua tampak sama. Udara kering yang berhembus melewatiku, membawa bau bubuk…

“Maaf… apa kamu bisa mengulanginya?” “Hah?! Kamu benar-benar meminta seorang gadis untuk mengulang pernyataan cintanya?!” “Bukan itu…

“Apa anda yakin tidak diberikan alamat yang salah?” “Meragukanku?” “Tentu saja tidak, tidak pernah sekalipun perasaan itu muncul di hati…

“KENAPA?!” Semua pasang mata tertuju kepada wanita itu, ia yang telah menghempas meja hingga kopi di cangkirnya tertumpah beberapa tetes…

“Sudah makan?” Sembari menggaruk belakang kepala aku menggeleng canggung. “Sudah kuduga. Apa pekerjaanmu sudah selesai?” Aku mengambil wajan…

Tidak masuk. Aku memungut kaleng itu dan membuangnya seperti orang pada umumnya. Terlalu cepat untuk dibilang malam, walau begitu matahari…

Ada sesuatu di sebelahku. Tergeletak begitu saja, aku tidak tahu milik siapa. Seikat bunga berkelopak biru gelap, berkebun bukanlah hobiku…