#Romance #Slice of Life 

Apa Kamu Bisa Mendengarku


“Aku pergi dulu.”

Kusangkutkan sepasang earphone ke lubang telingaku, memasukkan kedua tanganku bersamaan dengan smartphone ke dalam saku. Menuruni tangga dengan sedikit melompat. Jalan kosong, angin berhembus sedikit kencang, hawanya masih bisa membuatku menggigil tanpa syal ini. Aku memutarnya.

Tes, tes, Apa kamu mendengarku? Halo?

“Ya.”

Aku masih tidak percaya akan melakukan ini, tapi mau bagaimana lagi.

“Aku juga.”

Apa yang harus kukatakan di saat seperti ini? Lama tidak bertemu? Tidak, itu agak aneh rasaku. Pagi? Terlalu bisa, bukan?

“Tidak juga, itu sudah bagus, kok.”

Sebenarnya ada banyak yang ingin kubicarakan denganmu, tapi kurasa di saat seperti ini aku harus merangkumnya, kan? Ah.. aku paling benci hal seperti ini.

“Katakan semuanya, aku akan mendengarkannya sampai akhir.”

Tetap saja aku sebenarnya ingin mengatakannya di hadapanmu langsung, menatap matamu. Bukankah menurutmu akan lebih bagus seperti itu?

“Aku akan senang kalau seperti itu, sangat senang….”

Suara asliku, loh! Kamu pasti akan senang mendengarnya ketimbang lewat semacam ini.

“Sangat, sangat….”

Tapi kalau aku melakukannya… aku gak tahu wajah apa yang akan kutunjukkan, aku gak ingin kamu melihatku menangis. Rasanya agak…

Ah, ayo kita ganti topik pembicaraannya, oke?

Entah kenapa aku merasa ruangan ini sedikit panas, apa karena musim panas ya?

“Di sini dingin, kok. Sebentar lagi musim dingin soalnya.”

Tiba-tiba aku pengen pergi ke pantai, ayo suatu hari nanti pergi! Kita sudah lama berhubungan tapi kamu tidak pernah mengajakku, dasar bodoh!

“Maaf… aku memang bodoh.”

Yah, padahal kita memang tidak punya banyak waktu luang untuk pergi, kamu sibuk dengan kerjaanmu begitu juga denganku. Mau bagaimana lagi, kan?

“Aku benar-benar minta maaf… seharusnya kita pergi waktu itu, kan?”

Menikmati es serut sama-sama, bermain air, aku tidak terlalu bisa berenang jadi aku akan duduk saja, oke? Aku yakin kita bakal bersenang-senang!

“Aku juga, kita pasti bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama.”

Cukup soal itu, bagaimana dengan pekerjaanmu? Apa kamu tidak memaksakan diri? Aku tahu kamu menyukai pekerjaanmu tapi jangan berlebihan, ya.

“Ehm, aku makan teratur seperti yang kamu bilang…”

Bagus kalau kamu mendengarkanku. Jangan lupa istirahat sama makan siang, mereka penting banget, loh. Kamu kalau terlalu fokus terkadang gak ingat apa-apa, walau aku suka bagian dirimu yang itu cuma kadang cukup ngeselin.

“Maaf, aku gak pernah lupa makan siang lagi… dan terima kasih.”

Apa aku mengatakan terlalu banyak hal yang tidak penting? Aku seharusnya membuat ini jadi sependek mungkin, kan… aduh… gimana ini…

“Sikapmu memang seperti itu, mau bagaimana lagi.”

Tapi memang benar masih banyak yang kuingin katakan, terlalu banyak malahan! Aku bingung harus milih ya mana ini…

“Aku juga masih ingin dengar lebih banyak.”

Terlalu banyak… terlalu banyak ya… apa aku benar-benar sudah tidak memiliki waktu lagi… aku benar-benar benci ini… ah, tidak! Apa kamu mendengarnya, itu suara kamar sebelah, bukan aku, kok! Suara tangisan itu dari kamar sebelah, sumpah!

“Iya… iya….”

Ada apa denganku… bukannya aku sudah janji gak bakal nangis seperti ini… maafkan aku, ya, tapi setelah mengingat begitu banyak hal yang ingin kulakukan bersamamu membuat air mataku gak tertahan… maaf banget…

“Aku juga… masih banyak hal yang belum kita lakukan bersama.”

Sepertinya aku gagal… maafkan aku ya, tapi aku harus melanjutkannya walau nangis begini, kamu gak apa, kan? Tapi aku benar-benar tidak bisa menahannya dan masih banyak yang ingin kusampaikan. Maafkan pasanganmu yang egois ini, ya?

“Gak apa… lanjutkanlah… aku juga masih ingin mendengar suaramu.”

Pertama maafkan aku karena sampai saat ini kita masih belum mempunyai buah hati. Aku tahu kamu sangat senang dengan anak kecil… jadi maafkan aku. Kita berdua juga sudah memutuskan mau dipanggil apa, bukan? Hahaha…

“Tidak apa… kamu tidak perlu meminta maaf…”

Ah, habis itu—Eh, lima menit lagi? Sebentar, sebentar, masih banyak yang harus kusampaikan ini. Gak bisa? Ayolah, tambahan tiga menit? Gak bisa juga?! Kamu dengar sendiri, kan? Apa yang bisa seorang istri katakan kepada suaminya dalam waktu lima menit, kurasa gak banyak, hehe…

“…”

Sayang, terima kasih karena telah merawatku. Terima kasih karena sudah memilih wanita sepertiku menjadi istrimu. Aku suka kamu yang semangat bekerja, tapi jangan lupa kesehatan, ya? Aku suka genre film favoritmu, walau horor masih membuatku trauma. Aku… maaf, aku suka wajah tidurmu, aku suka suaramu… aku… aku benar-benar suka suaramu… aku harap aku bisa mendengarnya sekarang…. aku harap… aku harap aku bisa membawa suaramu bersamaku…

Sayang, aku harap kamu mendengarkan rekaman ini. Aku akan sangat bahagia jika kamu mengulangnya terus-menerus, tapi JANGAN, kuulangi ja-ngan kalau kamu sudah punya pasangan baru. Aku tahu kamu akan melakukannya, walau aku cinta bagian dirimu yang seperti itu. Sa… aduh… aku benar-benar gak bisa nahan tangisku sekarang… Sayang… aku akan menganggap kamu akan mendengarkan ini terakhir kali…

Aku cinta kamu

Dan selesai.