#Slice of life 

Hubungan


Bibirnya merayap dari tulang selangkaku menuju leher, segera aku mendorong bahu tegapnya seketika hisapan yang kembali membangkitkan gairah itu terasa.

“Hentikan,” ucapku merasa sedikit geli, “bakal susah ngilanginnya nanti.”

Sepasang mata itu menatapku dengan melas, “Kukira dia pergi,”

“Memang, tapi cuma dua hari aja.”

“Cih,” ia meraih sesuatu dari atas meja, “kalau ini?”

Aku mengangguk, “Kasih aku satu juga?”

Ia mengambil sebatang dan memberikannya padaku, menyalakan korek, dan asap bertebangan di udara. Aku memang sudah berhenti merokok, setidaknya tidak seperti dulu. Sesekali dalam sebulan tidak apalah. Lagipula aku akan menghilangkan baunya setelah ini. Tangannya yang kujadikan sandaran mulai membelai lembut rambutku, Mendorong pelan kepalaku, pipiku bersandar kepada dadanya yang bidang. Malam masihlah panjang, aku dan dirinya tahu itu. Jari-jemarinya yang mahir mulai ‘bermain’ dengan payudaraku, walau bukan bagian sensitifku ia sudah membuatku bergairah kembali.

Aku mencoba tuk melihat matanya.

“Ada apa? Tidak suka?”

Aku menggeleng, “Sudah siap lagi?”

Ia memberikan senyum nakal, “Nantang, nih?”

“Kalau aku menang aku tidak akan bayar, gimana?”

“Yah, tidak apalah.”

Kepalaku terasa sangat berat, ketika aku berpaling ia sudah tiada. Tanpa mengangkat badanku dari kasur terlebih dahulu aku mencari-cari smartphone-ku. “Hubungi aku lagi,” itulah isi pesannya. Kita berdua tahu itu akan terjadi, jadi ia tidak perlu mengatakannya. Mengangkat tubuh telanjangku dalam keadaan hangover cukup menyusahkan. Aku perlu air putih. Tanpa menutupi tubuhku dengan seutas benang, aku keluar kamar dengan keadaan sempoyongan dan berhasil menuruni tangga.

Tergeletak di atas lantai sekitar dua jam, akhirnya aku dapat mengambil semua kesadaranku. Segera beranjak menuju kamar mandi, membersihkan diri, menghilangkan bau pria itu dan asap rokok yang membekas di rambutku. Dengan handuk melilit tubuhku dan masih ada tetesan air jatuh dari ujung helai rambut, aku berjalan menuju kamar. Berganti pakaian dan membuat kamar yang terlalu luas untuk dua orang ini kembali seperti semula. Setelahnya, tidak ada. Tidak ada lagi yang harus kulakukan, tidak banyak yang ingin kulakukan, banyak yang bisa kulakukan. Aku kembali menuruni tangga dan menjatuhkan badanku ke sofa ruang tamu.

Di tengah-tengah bacaanku, benda itu bergetar. Panggilan masuk.

“Perjalananku diperpanjang, Aku akan pulang minggu depan.”

Pria itu tidak memberiku kesempatan tuk berkata sepatah katapun, ia hanya ingin aku mendengarkan saja. Tidak apa. Memang seperti itulah hubungaku dengannya. Hanya sebatas status. Selebihnya, seterahmu. Segera aku membuka kontak lain dan menelponnya.

“Sudah bangun?”

“Begitulah,” ucapku, “apa kamu ingin menginap malam ini?”

“Emang bisa?”

“Ya, dia bakal pulang minggu depan. Ada banyak waktu. Kita bisa melakukannya seharian penuh.”

“Ajakan yang menggiurkan, tapi sayangnya aku mau keluar kota ini.”

“Eh? Apa ada yang memesanmu?”

“Ya gitu, deh. Bagaimana kalau dia? Aku rasa orang itu lagi luang.”

Aku berpikir sejenak, “Yah, gak apa-apa sih kalau dia.”

“Jemputanku sudah datang, bye.”

Jariku menelusuri daftar kontak yang kupunya, berhenti di nomor seorang pemuda di awal usia dua puluhnya. Beberapa tahun lebih muda dariku, tetapi ia punya pemikiran yang lebih dewasa dari teman sebayanya. Tidak hanya jago soal urusan itu, ia juga memberikan pendapat yang memuaskan mengenai keluh kesahku. Memang bukan pilihan yang buruk. Aku menekan tombol berwarna hijau di layar smartphone-ku.

“Halo,”

“Ini aku, apa kamu lagi sibuk?”

“Oh, kakak cantik waktu itu. Sudah lama sekali gak manggil aku, jujur aku agak kangen juga. Jadi kenapa?”

“Apa kamu bisa menginap di sini? Selama dua tiga hari?”

“Dua tiga hari, ya…,” ia terdiam tuk sejenak, “bisa aja, kok. Ini khusus kakak aja, loh.”

“Mulutmu manis seperti biasanya. Kalau gitu kutunggu malam ini.”

“Baik. Aku juga akan bilang untuk kasih diskon untuk kakak, gimana?”

“Ya, ya, aku senang, bye.”

Aku menutup panggilan. Aku beranjak dari duduk dan meregangkan tubuhku, “Sekarang aku harus mengerjakan tugasku sebagai istri.”