#Psychological 

Ungkapan Perasaan tak Bermakna


Kulangkahkan kaki ini di atas keringnya rerumputan, layu dan gersang tanpa ada tetesan hujan. Kugapai angin yang tak terlihat dan tak tersentuh, layaknya angan-angan yang terbang tanpa bisa kucapai. Kunyanyikan lagu sendu ini kepada bunga-bunga yang kuncup tertutup, agar mereka dapat mekar dengan indah layaknya kesedihan yang kurasakan sekarang. Lagu sendu yang penuh akan pilu dan rindu yang menjadi kenangan masa laluku, dengan melodi lembut yang tebentuk dari tipu dayamu.

Bahkan bulan malam ini tak berani menunjukkan cahayanya, hanya gentar bersembunyi di balik gelapnya awan. Tak lebih dari sebuah kata, tak lebih dari sebuah cinta tak bermakna. Kau katakan semua itu padaku layaknya mimpi-mimpi indah yang membuaiku hingga ke langit, namun seperti semua mimpi yang lain kata-katamu hanyalah ilusi belaka. Kau nyanyikan padaku untaian kata penuh cinta, cinta penuh omong kosong dan kebohongan belaka. Genggaman tanganmu yang membuatku percaya pada kehangatan, tetapi yang sebenarnya kupercaya hanyalah kepalsuan yang dingin. Kutanyakan padamu dari tempatku berada, apakah yang sudah kau berikan padaku?

Wahai hutan tak bernama, apakah kau akan membiarkanku berteduh di dalammu? Wahai aliran sungai tak terhentikan, apakah kau akan memberiku sedikit kekuatan agar kumenjadi sepertimu? Wahai dedaunan layu yang berjatuhan, apakah kau mencoba tuk menyadarkanku betapa beratnya kehidupan? Wahai rintihan tetesan hujan, bagaimanakah dirimu bisa tetap tegar walau jatuh dari langit yang setinggi itu? Wahai dunia yang kelam, mengapa engkau membiarkanku menderita dan terus sengsara seperti ini?

Entah sudah ribuan kali kucari, entah sudah berapa lama kucari. Tak dapat kutemukan, tak dapat kulihat. Suaramu yang tak dapat memanggil namaku, suaraku yang tak dapat mencapaimu. Tanganmu yang mencoba untuk melepasku, tanganku yang mencoba untuk menghentikanmu. Langkah kakimu yang berjalan menjauh, langkah kakiku yang mengejar langkahmu. Kita terus seperti itu, layaknya dua sisi koin yang tak akan pernah bertemu. Selalu saja di kanan, selalu saja di kiri. Tak pernah dapat melihat satu sama lain.

Sebuah irama tanpa henti, sebuah kesedihan tanpa akhir. Kurasakan semua kesedihan yang kau berikan dengan lagu sendu dan irama tanpa henti, agar aku dapat mengingatmu sebagai orang yang mengukir luka ini tuk selamanya. Bagai bunga yang gugur tanpa sepatah katapun, kan kutinggalkan cinta ini padamu tanpa sepatah kasih sayang. Layaknya langkah kaki di atas tebalnya salju putih, kan kusisakan penyesalan di atas tumpukan kebaikan penuh kebohongan yang kau berikan. Serupa dengan gelapnya malam, matamu menatapku di saat terakhir kita bertemu. Maka hatiku sekarang, laksana batu yang tak akan pernah rapuh lagi oleh janji-janjimu.

Pada musim dingin yang merebut kebahagiaanku, kepada musim semi yang menghancurkan semua kenangan indahku, rasa cinta yang berguguran bersama dengan datangnya musim gugur, dan rasa benci yang membara layaknya matahari di musim panas. Apakah aku salah mengungkapkan perasaanku kepada kalian?

Ini hanyalah ungkapan perasaanku, tak lebih dari sebuah kekesalan dari cinta yang terhancurkan. Ini hanyalah ungkapan emosi, tak lebih dari kasih sayang dari yang menderita. Sebuah jeritan dari balik senyuman manis dan dari cahaya penuh harapan yang menutupi kebohongan kelam. Perasaan yang kurangkai menjadi kata-kata, menjalin satu menjadi kalimat dan membentuk prosa penuh akan cinta yang khianat.