#Slice of Life 

Penjaga Toko


Walau tidak terbuat dari besi, benda itu tetaplah cukup berat. Membuat suara keras ketika menghantam meja besi di hadapanku. Jika aku boleh menyampaikan pendapat, pilihannya cukup bagus untuk seoarang awam, hasil pencarian internet memang sangat hebat.

Seorang pria—kurus bagai ranting kayu hidup, berambut urak-urakan sebahu, lingkar mata hitam, bibir pucat dan pecah-pecahan, ketimbang yang lain ia berpakaian cukup rapi—beberapa tahun lebih tua dariku itu mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompet lusuhnya. Bekerja di tempat ini, aku tidak pernah mengharapkan pelangganku akan berkunjung dengan senyuman di wajah mereka, walau begitu wajah pria ini terlihat begitu kacau. Gugup? Tenang, bukan kamu seorang yang merasakannya setiap kali datang ke tempat ini, semua orang merasakannya. Ya, semua yang melangkah masuk ke tempat ini, semuanya akan membuat wajah seperti itu.

“Selamat datang,” ucapku yang terdengar membosankan, “berapa lama anda berencana tuk meminjamnya?”

Ketika aku tidak segera mendengar jawaban, aku tahu pria ini adalah salah satu tipe pelanggan yang kubenci. Mengalihkan pandanganku dari layar komputer, kudapati tubuh keringnya bergetar hebat dan dibasahi keringat dingin.

“A-apa kamu tidak akan menghentikanku…?”

Kumenghela napas seperti biasanya, “Itu bukan salah satu dari kebijakan kami. Apabila anda masih merasa ragu saya sarankan untuk menghubungi pihak terkait.”

Kuarahkan sosok di hadapanku ke pintu keluar, menegeskan perkataanku sebelumnya. Jakun pria itu terlihat menurun ketika ia menelan ludah. Diam tanpa kata, kulirik pergelangan tanganku, lima menit telah berlalu, dan ketika aku mencoba tuk memintanya pergi, ia menghantam meja kasir, menaruh lembaran uangnya dengan cara yang dramatis dan bising.

“Ti-tiga jam….”

“Baiklah, tiga jam peminjaman. Kami akan mengambil barang peminjaman selambatnya satu jam dari selesainya masa peminjaman. Apabila kami tidak mendapati barang di tempat atau anda mengembalikannya kepada kami sebelum masa peminjaman selesai, anda akan dikenakan denda tiga kali lipat dari biaya peminjaman. Untuk selengkapnya anda bisa membacanya di surat ini.”

Kuberikan pria itu selembaran yang bersangkutan dan kuperiksa barang yang tergeletak di hadapanku.

Memberinya aksesoris tambahan, walau aku sendiri tidak yakin apa ada orang yang akan meleset dengan 17 kali percobaan, tapi apa yang bisa kuperbuat, prosedur tetap harus diikuti. Memasukkan beberapa surat pernyataan dan barangnya ke dalam tas hitam, aku menyerahkannya kepada pria itu dan mengambil uangnya, tidak ada kembalian.

“Apa anda bisa menunjukkan kartu identitas anda?”

Dengan tergesa-gesa pria itu merogoh semua saku yang ada di pakaiannya dan mendapati apa yang ia cari di saku kemeja kusutnya. Melihat foto yang ada di kartu itu, pria yang ada di dalamnya ribuan kali lebih baik ketimbang yang ada di depanku sekarang. Setelah mencatat alamat dan nomor identitasnya, kukembalikan kepada tangan kurus yang tak berhenti gemetar miliknya.

“Apa anda ingin sekaligus memesan jasa pembersih dengan pembelian?”

“Pembersih?”

Seperti namanya, kami akan membersihkan tempat yang anda gunakan disaat kami mengambil barang pinjaman anda. Kami juga sedang mengadakan diskon akhir tahun, potongan harga dua puluh lima persen.”

“Apa hanya itu saja?”

“Kami juga menyediakan jasa pengurusan surat dan tempat tinggal anda setelahnya. Apabila anda tertarik, anda bisa mengisi formulir yang sudah saya selipkan dalam tas pembelian. Untuk pembayaran, apabila anda tidak meninggalkannya, kami akan mengambil sesuai dengan biaya secara sepihak sebagaimana yang tertulis di kertas.”

“Begitukah… aku ingin sekalian dengan jasa pembersihnya, lagipula sedang diskon, bukan?” ia tertawa garing.

Kuserahkan tanda bukti pembayarannya kepada pria itu, tubuhnya tak lagi gemetar, tampak lebih rileks, tak lagi kurasakan keraguannya.

“Terima kasih atas kedatangannya, kami harap anda tidak perlu kembali lagi.”

Pria itu tertawa mendengar ucapanku, “Kalimat yang aneh, tapi aku rasa cukup benar. Aku akan meninggalkan kartu rekeningku di atas formulirnya, kuharap itu akan mempermudah tugasmu.”

“Terima kasih atas pengertian anda, itu sangat membantu kami.”

Disertai lambaian, pria itu berjalan keluar pintu dengan tas hitam khas toko ini. Ini bukanlah pertemuan terakhir kami. Tiga jam nanti, itulah pertemuan terakhir kami. Aku harap seperti itu, akan menyusahkan jika tidak.

Selain pria berambut panjang itu, seorang wanita kantoran membeli obat sekaligus jasa pembersih. Pelanggan hari ini, dua orang. Kurasa tidak banyak yang datang karena akhir tahun, syukurlah.

“Apa kamu akan pergi sekarang?” tanya seorang wanita dengan nada masa bodohnya.

“Begitulah. Aku akan memakai motornya, tempat tinggalnya cukup jauh.”

Tanpa peringatan wanita itu melemparkan kunci kepadaku, aku menangkapnya ketika hampir mengenai kepalaku, ia sengaja mengincarnya.

“Ah, dia juga memesan jasa pembersih,” ucapku teringat detail pembelian pria kurus itu.

“Sial, padahal aku ingin minum-minum setelah ini.”

Kumenghela napas, “Lupakan ide itu, aku tidak ingin kerepotan mengurusi tingkahmu waktu mabuk.”

Wanita itu tertawa, “Kamu tahu kamu bisa meninggalkanku begitu saja kan, dasar pria baik.”

Dengan masing-masing membawa tas, tempat tinggal pelanggan suramku memakan waktu setengah jam dengan sepeda motor. Ia tinggal di sebuah apartemen, aku harap ia mengunci pintu sebelum menggunakan barang yang ia pinjam. Seberapa kecil suara yang ditimbulkan sebuah senapan, tetangganya tentu saja akan mendengarnya. Aku harap ia melakukannya di sudut ruangan, akan lebih sedikit darah yang perlu dibersihkan.

Pekerjaanku adalah seorang penjaga toko. Pelanggan kami adalah orang-orang yang ingin melarikan diri dari kehidupan, ingin mengakhirinya. Kami menyediakan berbagai macam barang mulai dari tali hingga obat-obatan, untuk senapan kami hanya meminjamkannya. Tenang saja, apa yang kami lakukan sudah legal dan sudah terdaftar.

Kami tidak mengharapkan pelanggan kami tuk datang kedua kalinya.