#Duke of Akashic 

Duke of Akashic - Record I


“Ah, ternyata kamu yang menyapaku, Syhre.”

“Selamat datang, Nyonya.”

“Kepala Pelayan?”

“Beliau sedang bepergian.”

“Benar juga.”

“Hamba akan segera memberi tahu mengabarkan kedatangan Nyonya kepada Tuanku.”

“Tidak perlu, aku sengaja datang lebih cepat.”

“Hamba mengerti. Mohon nikmati waktu Nyonya hingga hamba menyiapkan jamuan.”

“Tentu.”

Kemampuannya dalam merawat hunian besar di tengah hutan ini tidak perlu diragukan lagi. Setiap kali aku menginjakkan kaki, rasa ingin menjadikannya pelayanku semakin bergejolak. Duke sendiri telah menyadari hasratku dan menolaknya, “Dia adalah bawahanku.”, jika sosoknya telah berkata maka tiada lagi daya aku menyela. Walau begitu, melihat salah satu wanita suku itu bekerja keras menjadi pelayan sebaik ini, aku yang dulu mungkin akan melempar tawa mendengarnya. Masalah itu duke seorang telah menjelaskannya, keraguan juga telah hilang dari hatiku. Kepatuhannya milik duke seorang dan tidak ada niatan aku tuk mengambilnya.

Kedatanganku hari ini diberikan dua tujuan. Pertama, mengambil laporan mengenai Esterna dari duke atas perintah Paduka. Kedua, sekedar ingin bermain dengan tunanganku. Memang benar hunianku lebih bewarna dan bersuara ketimbang kastil raja iblis miliknya. Tetapi, sosoknya yang bertindak atas dasar Akashic dan hanya karena Akashic itulah yang lebih menarik ketimbang apapun di dunia fana ini. Diri ini dikenal sebagai Duchess of Garnet, yang secara kebangsawanan sejajar dengan duke kediaman ini. Walau begitu, wahai Duke of Akashic, penguasa tanpa kekuasaan tanah, dirinya memiliki kuasa politik yang sama dengan Paduka. Kalimat yang keluar dari mulutnya sangatlah berat, tiada yang punya daya tuk menentang perintahnya, tiada pula pilihan selain menerima sarannya.Terlepas dari apa yang kukatakan, siapa yang tahu kekuatan duke di kerajaan hanyalah penghuni tempat ini dan keluarga Paduka. Tentu saja, diriku pula.

“Satu lagi. Seingatku Paduka memintaku tuk membawanya ke perjamuan esok lusa, sungguh permintaan yang menyusahkan.”

Aku akan meminta Syhre memanggil Sangria saat telah bertemu dengan duke. Untuk sekarang pergi menuju ruang makan adalah hal yang paling logis tuk dilakukan. Tetapi aku benci menunggu. Seharusnya pria itu berada di ruang kerjanya. Mengganggu pekerjaan calon suami memanglah bukan perbuatan terpuji, sepertinya aku akan tetap pergi ke ruang makan.

“Lagipula aroma ini sudah merayuku sejak tadi.”

Tepat setelah pintu masuk merupakan ruang kosong luas yang diperuntukan sebagai aula dan tempat menjamu tamu dalam jumlah besar. Terdapat tiga jalan di masing-masing sisi, lurus maka ada sebuah pintu yang menuju ruang makan, sebelah kiri merupakan dapur dan kamar para pelayan, yang terakhir menuju lantai dua dan taman pribadi duke. Beliau memiliki kamar di lantai dua, begitupula kamarku tuk malam ini dan esok hari. Apa yang di lantai tiga… aku sendiri tidak tahu. Syhre melarangku tuk menginjakkan kaki di sana karena dapat mengotori gaunku. Entah itu apa yang duke minta ia katakan atau memang kenyataannya, tidak aneh pria sepertinya memiliki rahasia di kediamannya sendiri.

Memang benar aroma yang kucium dari pintu masuk berasal dari balik pintu ini. Kuketuk perlahan, terbukalah pintu itu dari dalam. Sosok dengan rambut hitam lemasnya itu sedang membaca kembali laporannya, Apa yang ia pakai adalah busana yang bukan budaya tanah ini, berwarna hitam polos dengan tombol kancing emas. Terlepas dari statusnya, apa yang tubuhnya kenakan sebagai pakaian memanglah membosankan dan tidak mencerminkan kekayaan. Jari-jari kurus nan pucatnya miliknya selalu terbalut sarung tangan hitam, aku hanya bisa melihatnya ketika bersantap di satu ruangan seperti ini. Meja di tempat ini terlewat besar dan panjang untuk jamuan dua orang, karenanya aku meminta tempat di sisi duke ketimbang di ujung lainnya. Tentu duke yang selalu mengutamakan efektifitas ketimbang etiket tidak keberatan.

“Kamu tidak perlu membujuk, diriku akan ikut.”

“Heh?”

“Perjamuan besok lusa, diriku akan menghadirinya.”

Aku yang baru saja mengambil duduk sudah dikagetkan dengan jawaban sepihak sebelum pertanyaan itu sendiri diajukan. Pria ini merupakan sosok yang mengetahui segala, hal seperti ini sudah sering terjadi, tetapi tetap saja aku masih belum terbiasa.

“Tuanku berarti sudah mengerti alasan pemanggilan diri anda, bukan?”

“Tentu saja,” ia mengambil potongan daging unggas seukuran sekali gigit, “diriku rasa cara terbaik adalah menyelesaikannya sendiri.”

Menaruh celemek di pangkuanku, mengambil sendok dan garpu yang telah disiapkan. Duke of Akashic senang dengan makanan berkuah dan kaya cita rasa, aku rasa ini merupakan hal yang diturunkan. Apa yang ada di dekat tangan kiri beliau merupakan tujuan kehadiranku.Dirinya yang bersumpah mengabdi kepada Paduka selalu memeriksa laporan yang akan diserahkan berkali-kali, terkadang aku berpikir pria ini memiliki rasa khawatir yang berlebihan.

“Kamu membuatku menggunakan kekuatan makhluk itu dengan sengaja, kan?”

Aku tidak dapat menahan tawa kecilku, “Benar sekali, Tuanku. Saya tidak dapat membendung rasa penasaran akan melihatnya secara langsung.”

Ia menghela napas, “Sebenarnya diriku tidak ingin terlalu berurusan dengan ‘sisi sana’.”

“Tetapi saya rasa tidaklah masalah jika Tuanku yang memberi perintah.”

“Tidak sepenuhnya salah. Lagipula, diriku perlu memberikan sesuatu.”

Tiada lagi pembicaraan setelahnya. Duke sendiri bukanlah orang yang gemar mengobrol di atas meja makan, walau sebenarnya beliau tidak mempermasalahkannya.Wajah yang selalu ia tunjukkan tampak dingin dan serius, tetapi ketika menyuapkan potongan daging ke dalam mulutnya, matanya memejam dan bibirnya yang kaku samar terlihat menyungging kecil. Pria yang dapat melihat dan mengetahui segala tetaplah seorang manusia, ia menikmati santapannya sepenuh hati. Hanya di beberapa waktu saja aku dapat berkata “Ah, dia manusia juga,” ketika melihat duke, salah satunya adalah di saat seperti ini.

Syhre yang sedari tadi berdiri mematung di belakang tuannya membereskan meja makan ketika aku dan duke telah meninggalkan ruangan. Mengikuti langkah beliau yang menggema di sepanjang lorong kosong dan anak tangga. Tampak seperti pintu biasa, tetapi hanya duke seorang yang bisa membukanya. Aku sendiri—tentu saja atas sepengetahuannya—sudah mencoba dengan mendobrak dan pintu itu bergeming saja. Ia menjelaskan bahwa kayu yang digunakan untuk membuatnya berasal dari ‘sisi sana’. Untuk membukanya sendiri beliau harus berkata—

“Bukalah.”

Beberapa rak buku berada di sisi kanan ruangan, yang menggantung di sisi seberangnya merupakan peta dunia berukuran luar biasa besar. Tiada pengerajin di kerajaan yang bisa menghasilkan peta dengan keakurasian sedetail ini dengan skala yang sama. Bahkan ada beberapa pulau yang belum pernah kulihat. Memang benar Akashic memberikan duke pengetahuan, tetapi tangan duke sendirilah yang menuangkan pengetahuan itu ke atas kertas. Hal itu berlaku juga untuk buku-buku yang tersusun rapi di rak, semua ditulis ulang olehnya dari catatan Akashic. Setidaknya, itulah yang aku tahu. Setidaknya untuk peta itu… aku yakin, tidak, mungkin saya bisa membelinya….

“Diriku tidak menjualnya.”

“A-apa niatan saya terlihat begitu jelas?”

Ia menggeleng, “Diriku hanya menjawab sebelum kamu sempat bertanya.”

Terdapat sebuah meja untuk menerima tamu, kami mengambil duduk di tempat itu. Di atas meja adalah laporan yang duke bawa dari meja makan bersamanya. Aku mendapat izinnya dari lirikan mata dan mengambilnya. Populasi, keuangan, ekonomi, garis darah keturunan, nama tokoh-tokoh penting beserta keluarga mereka, fasilitas vital, semuanya tercatat rapi dalam tumpukan kertas. Aku rasa duke sudah memusnahkan pekerjaan mata-mata dengan kemampuannya. Dengan ini aku rasa diplomasi Esterna akan berjalan bak mentega.

“Seperti biasa, sangat mengagumkan, Tuanku.”

“Diriku hanya memenuhi tugas sebagai Duke of Akashic.”

Aku menyingkirkan laporan sempurna miliknya tuk sejenak, memastikan mata kami saling bertukar pandang. Terkecuali dirinya seorang, setiap pria yang memandang sosok ini bakal merona merah pipinya atau menunjukkan nafsu birahi yang tertahan. Aku sama sekali tidak bisa menebak pikirannya. Ketidakmampuan ini terkadang membuatku kesal, tetapi juga membuatku semakin kagum akan dirinya.

“Apa Tuanku tahu apa yang akan saya katakan?”

“Kurang lebih.”

“Apa anda menemukan hal lain lagi di sana?”

Bola matanya mengarah ke langit-langit, ada sesuatu yang ia sembunyikan. Hal ini sangat biasa bagi duke, dirinya hanya sedang mencari kalimat yang tepat tuk menjelaskan dan tidak bermaksud tuk menyembunyikannya lagi. Dia tidak pandai berbohong, karenanya dia tidak melakukannya. Tentu saja faktor lainnya adalah karena aku yang merupakan tunangannya.

“Selain Lost Record, diriku mungkin sudah menemukan sesuatu yang cukup berbahaya.”

“Berbahaya?”

“Sesuatu yang dapat membentuk kenyataan berdasarkan informasi.”

Dari apa yang sudah kudapatkan dari duke sendiri, Akashic merupakan tempat berkumpulnya segala informasi di dunia ini, baik masa lalu, sekarang atau masa depan. Informasi hanya akan berakhir menjadi sekedar data apabila tidak ada tindakan untuk membuatnya menjadi nyata atau menggunakannya atas landasan suatu tindakan. Contoh kasusnya adalah informasi mengenai peta yang tergantung di dinding. Duke mendapatkan infromasi mengenai koordinat tempat di dunia ini dari Akashic, tetapi apabila tiada tinta dan kertas atau semacamnya, peta itu hanya akan berakhir di kepala duke dan tidak akan memiliki nilai karena hanya duke yang bisa melihatnya. Kenyataannya, di Akashic sendiri terdapat banyak informasi yang tidak dapat direalisasikan, entah karena material atau melawan hukum alam itu sendiri. Tetapi, apabila ada sesuatu yang dapat membuat hal hanya berdasarkan informasi—tanpa keterikatan dengan materi yang dibutuhkan—maka sesuatu itu bisa mengubah segalanya.

“Apa hal semacam itu benar-benar ada di Akashic?”

“Fakta bahwa Lost Record benar adanya membuktikan bahwa sesuatu bisa keluar dari Akashic begitu saja. Apabila sesuatu semacam itu ada, diriku sendiri tidak yakin akan menggunakannya.”

“Apa Tuanku akan memberitahukan hal ini kepada Paduka?”

“Iya apabila beliau memintaku tuk mengatakannya.”

Berarti tidak.

Aku percaya bahwa Paduka bukanlah orang yang tamak dan melakukan sesuatu tanpa pertimbangan matang. Tindakan beliau untuk merahasikan keberadaan duke sendiri menjadi bukti kebijaksanaannya. Tetapi, apabila seorang manusia dihadapkan pada kekuatan yang bisa mengubah kenyataan dan menentang keberadaan dewa serta menjadi dewa itu sendiri, bahkan Paduka sekalipun akan mengucurkan keringat dingin dari keningnya. “Bagaimana dengan duke?”, beliau tidak akan menggunakan kekuatan semacam itu walau ia bisa mengendalikannya sekalipun. Aku tidak tahu persis, tetapi ada perjanjian rahasia antara keluarga kerajaan dengan Duke of Akashic sejak generasi kakek beliau. Entah karena perjanjian itu atau faktor lainnya, duke menerima dirinya sebagai burung dalam sangkar milik Paduka.

“Bukankah ini pembicaraan yang berat, Tuanku?”

“Kupikir dirimu senang dengan hal semacam ini.”

“Tolong ampuni saya, Tuanku. Saya hanyalah gadis biasa, tidak terlalu mengerti masalah kekuatan di luar nalar manusia yang Tuanku miliki.”

“Di luar nalar ya…,” beliau memandang ke arah meja kerjanya, “mungkin kamu benar.”

“Bagaimana kalau kita membahas mengenai langkah Esterna selanjutnya?”

Ia mengela napas, “Diriku hanya mengetahui pasti kejadian seminggu ke depan di sekitar diriku.”

“Walau Tuanku berbicara seperti itu, saya rasa Tuanku sudah dapat menebak nasib mereka.”

Sedikit terlihat lengkungan di bibirnya, “Begitulah.”