#Duke of Akashic 

Duke of Akashic - Record II


“Tunjukkan dirimu sebelum diriku mengeluarkan perintah tuk menebang pohonmu, dryad.”

Angin mulai berhembus dari penjuru arah, daun-daun yang terlepas dari rantingnya bertebangan tapi tidak satupun menyentuh kami. Walau dari balik sepatu diriku dapat merasakan rumput yang berdesir. Cahaya muncul dari dalam tanah. Perawakannya tidak berubah sejak terakhir kali kami bertemu, ciri khas akar yang menjalar di sekujur tubuhnya membuktikan ras wanita ini.

“Anda tidak perlu mengancam saya tuk bertemu, Cobrini Foyofgi.”

“Maafkan, diriku hanya ingin mencari hiburan kecil saja.”

“Seperti biasa saya tidak memahami selera rumor anda. Apa keperluan anda kali ini?”

“Langsung ke intinya saja. Pindahkan kami ke hutan di dekat kediaman Paduka.”

Bola mata hijau milik wanita itu menatapku dengan bingung tuk beberapa saat, “Ah, jadi anda sudah menanam daun saya di tempat itu.”

“Sepengetahuanku hal itu sudah cukup.”

“Benar, seperti yang saya harapakan dari seorang Cobrini Foyofgi. Saya bisa memindahkan anda sekalian sekarang juga, tetapi ada yang ingin saya sampaikan terlebih dahulu.”

Diriku mengeluarkan botol berisi madu yang didapat dari tanah seberang. Harga yang dipatok untuk minuman bak emas cair ini cukuplah mahal, walau begitu tidak terlalu berharga jika bisa mempereat hubungan dengan ‘sisi sana’. Diriku sudah mengetahui apa yang ingin dikatakn dryad ini, karena itu pula tidak perlu mempermasalahkan Garnet yang terpukau melihatnya.

“Berikan madu ini kepada ratumu dan katakan padanya, ‘Selamat atas kehamilan anak pertama anda’.”

“Heh?! Ratu hamil?!”

“Tidak salah apabila dirimu terkejut. Garis keturunan bangsa Alv berdarah murni akan terjaga.”

“Be-benar sekali, Cobrini Foyofgi! Ka-kalau boleh tahu apakah laki-laki?”

“Masih rahasia.”

“He… kalau anda tahu setidaknya kasih sebuah petunjuk.”

Jenis kelamin juga sudah tercatat dalam Akashic, tidak akan memberikan masalah apabila diriku mengatakannya di sini. Tetapi, entah mengapa aku ingin ratu mereka yang pertama mengetahuinya. Bagi bangsa Alv yang berpopulasi sedikit, hal ini akan menjadi perayaan besar-besaran tujuh hari tujuh malam. Paduka yang memiliki ketertarikan mengerikan dengan ‘sisi sana’ pasti tidak akan menyia-nyiakan kesempat kali ini. Diriku mungkin harus meminta izinnya terlebih dahulu sebelum mengundang yang lain.

“Apakah diriku boleh membawa orang lebih ke perayaan kalian?”

“Perayaan? Ah, jadi kami akan melakukannya. Tentu saja, saya yakin Baginda Ratu tidak akan menolak.”

“Sampaikan rasa terima kasih terdalamku kepada beliau.”

“Tentu saja,” ia membungkukkan tubuh berbalut gaun rumput miliknya.

“Dirimu pasti memiliki banyak pertanyaan bukan, Garnet.”

Ketika diriku berbalik, dirinya membuat wajah bodoh dengan mulut yang sedikit terbuka. Matah merah gelap miliknya membelalak, sedikit air liur terlihat menetes keluar dari ujung mulutnya, cara dirinya melihat dryad di hadapannya sudah termasuk pelecahan. Memiliki ketertarikan yang sama anehnya dengan Paduka, wanita yang merupakan tunangan milikku ini sudah mencapai batasnya. Di sisi lain, dryad yang menjadi objek gairahnya mencoba tuk tidak membuat kontak mata. Dipotong waktu bepergian, diriku akan meninggalkan tempat ini selama seminggu. Diriku meliburkan juru masak dan sudah mengirim pesan kepada Pak Tua tuk menjaga kediaman selama seminggu itu. Memberi pengalaman Syhre untuk bertugas di luar dapat melatih kemampuan beradaptasinya. Lagipula kemampuan pelayan Garnet, Sangria, tidak perlu diragukan. Memastikan keselamatan diriku merupakan hal utama.

“Anda harus bisa menahan diri, nona,” seorang wanita di umur akhir dua puluhannya memberikan sebuah sapu tangan.

“Ah, maafkan.”

Ketika nafsu Garnet telah menghilang, dryad itu mengalihkan pandangannya ke diriku, “Apa saya bisa memulainya.”

“Tentu saja.”

“Mohon tutup mata anda dan jangan membukanya sampai saya memintanya.”

Beberapa detik setelah mata ini terpejam, diriku dapat merasakan sesuatu yang hangat dari tanah yang terpijak. Cahaya hijau dapat menembus kelopak mata ini dan kemudian diriku merasa terhisap ke dalam tanah. Sirnanya cahaya hijau itu juga membawa pergi sesak yang terasa tak sampai lima detik. Angin disekitar diriku terasa beda, kelembapannya berkurang, dan sedikit panasnya cahaya matahari dapat terasa dari balik pakaian.

“Anda mungkin akan merasa sedikit pening tapi itu akan segera hilang.”

Tanda tuk membuka mata telah diberikan, benar saja pandanganku buram dan diriku merasa mengambang. Terdapat sebuah hutan kecil di belakang istana, beberapa bulan telah terlewat sejak aku meminta Pak Tua menanamkan daun milik pohon si dryad di sana. Seperti yang di harapkan, makhluk ini telah membawa kami ke tempat yang bisa memakan waktu tiga hari dengan kereta sekejap mata saja.

“Saya izin mengundurkan diri, Cobrini Foyofgi. Mengenai perayaannya, apa tidak masalah apabila saya menjemput anda?”

“Lokasi gerbangnya terlalu jauh, akan lebih efektif jika dirimu melakukannya.”

“Baiklah. Sekali lagi, terima kasih telah memberikan kabar menggembirakan kepada bangsa kami.”

Wanita itu bagai ditelan tanah dan lenyap begitu saja. Melihat keadaan kami, kemungkinan hanya diriku dan Garnet yang masih kabur pandangannya. Kekuatan fisik memang mempengaruhi kondisi setelah perpindahan. Memang tidak sopan memasuki istana melalui pintu belakang, dan apabila diriku hanya seorang diri sudah dipastikan akan ditendang keluar oleh penjaga. Apa Paduka sudah mengetahui hal ini?

“Garnet, diriku rasa para pelayan tidak akan berkata jika itu dirimu.”

“Kalau begitu izinkan saya memimpin jalan.”

Hutan ini—secara harfiah—merupakan taman milik Paduka. Tergantung harinya, akan ada salah satu anggota kerajaan yang menikmati paginya di sini. Akan lebih mudah apabila itu Putra Mahkota atau istri beliau, tetapi hari ini hanya ada beberapa pelayan dan penjaga biasa. Diriku merupakan orang asing bagi mereka, kebangsawananku tiada pernah mereka dengar. Berkebalikan dengan Garnet, mengingat nama sosoknya merupakan suatu kewajiban. Mungkin ini waktu yang tepat untuk mengatakannya kepada Syhre.

“Syhre, selain Paduka dan orang terdekat beliau, tiada yang mengetahui siapa diriku sebenarnya. Mengerti?” Tidak seperti biasa ia terdiam sejenak, “Hamba mengerti sepenuhnya, Tuanku.”

Ketika kaki ini menginjak hamparan luas rumput yang telah dipotong pendek, dari pandangan terlihat dua orang penjaga istana dengan tombak mereka. Diri mereka yang berdiri mematung akhirnya bergerak menghampiri. Mereka tidak mengenakan zirah lengkap, selain menjaga bagian taman yang lebih aman mereka juga membantu para binatu dengan cuciannya. Bergerak kesana-kemari dengan lapisan besi pelindung sangatlah menyusahkan. Hingga beberapa langkah terpisah, mereka baru menyadari sosok Garnet dan membungkukkan badan tegap nan kekar itu. Diriku sengaja mengambil posisi sejajar dengan Syhre dan Sangria.

“Duchess of Garnet, maafkan saya karena tidak menyadari kehadiran anda.”

“Kumaafkan.”

“Apabila tidak keberatan, bolehkah saya bertanya bagaimana anda bisa berada di sini? Saya tidak mendapatkan kabar kedatangan anda.”

“Kehadiranku hari ini dirahasaikan, apa kalian mengerti?”

Kedua ksatria itu bertukar pandang dan menganggukan kepala, “Kami mengerti!”

Dari ujung ekor matanya Garnet melirik, diriku memberikan anggukan sebagai persetujuan. Beraktinglah, lakukan sesukamu.

“Apa kalian tidak keberatan membawaku ke hadapan Paduka?”

“Tentu saja…,” salah satu ksatria mengangkat kepalanya, “apa anda akan membawa para pelayan itu?”

“Tentu saja. Tenang saja, mereka dapat dipercaya dan Paduka juga sudah diberitahu sebelumnya.”

“Jika anda berkata seperti itu… saya rasa tidak apa.”

Setelah mendangar kata “pelayan” keluar dari mulut pria itu, diriku dapat dengan jelas melihat tangan milik Syhre yang mengepal keras. Diriku senang dengan kesetiaan dan kepatuhan yang sebegitu besarnya, karenanya walau tanpa Akashic diriku tahu ia akan menuruti perkataanku. Sesekali menjadi pelayan tunangan sendiri tidaklah terlalu buruk, setidaknya jika gadis itu tidak terbawa suasana dengan aktingnya.

“Duchess of Garnet dan para pelayannya, silahkan ikutin saya.”

Kami melewati pintu yang awalnya mereka jaga, salah satunya tinggal dan satunya mengantar kami. Bisa dihitung jari berapa banyak diriku hadir di istana, begitu pula dengan ruang yang kudatangi, ini pertama kalinya diriku melihat tamannya. Melewati lorong, semua pelayan kediaman ini yang melihat sosok si gadis berjalan segera menyingkir dari jalan dan memberi penghormatan. Berbeda dengan Sangria yang sudah lekat kepada Garnet, sosokku dan Syhre diberi tatapan asing oleh mereka. Sempat mata ini melihat pelayan diriku menggigit bibir bagian bawahnya tuk menahan emosi. Setelah berjalan lebih lama dari yang kukira, gerbang terbesar di dalam istana ini terlihat. Baik bagian luar dan dalam gerbang dijaga masing-masing dua ksatria pilihan. Mereka yang diluar bertugas tuk menyampaikan kehadiran tamu Paduka dan yang di dalam akan membukakan gerbang setelah mendengarnya. Inilah Ruang Tahta. Apabila Paduka tidak berada di dalamnya, maka hanya ada empat ksatria yang menjaganya, apabila beliau menempati singgahsananya maka dua belas ksatria menjaga menjaga keamanannya. Melihat jarum jam tanganku, sepertinya kami tidak perlu menunggu Paduka di depan gerbang megah miliknya.

Ksatria penjaga taman itu berlari kecil dan memberitahu kedua rekannya mengenai kedatangan kami. Tidak lama ia kembali ke posisinya dan memberi salut kepada Garnet.

“Paduka siap menerima kedatangan anda, Duchess of Garnet. Dengan ini saya mengundurkan diri.”

Garnet hanya mengangguk kecil dan ksatria itu mengambil langkah berlawanan melewati kami. Kami mengambil beberapa langkah maju dan berhenti. Kedua ksatria itu berbalik dan menghentakkan tombak mereka.

“Mengumumkan kedatangan Duchess of Garnet dan pelayannya, buka gerbangnya!”

Suara mereka menggema ke seluruh penjuru istana, diriku pernah sekali meminta Paduka tuk menghentikan hal semacam ini dan beliau sendiri setuju, tetapi hal menyusahkan ini tetaplah bagian dari protokol dan mereka harus tetap melakukannya. Perlahan gerbang berat itu membuka dan yang terhampar di hadapan kami merupakan jalan lurus menuju singgahsana Baginda Raja beserta Putra Mahkota. Di kedua sisi permadani merah, belasan prajurit gagah berani dengan zirah lengkap mereka memberikan penghormatan sebagai bagian dari upacara kecil. Hal ini hanya dilakukan apabila yang datang menghadap Paduka adalah bangsawan setingkat duke atau tamu penting. Kesempatan kali ini kedua sosok terpenting di kerajaan hadir, dan diriku dapat dengan jelas melihat senyum di wajah mereka merekah.

“Tuanku,” Garnet memanggilku.

Gerbang pun tertutup. Sebelum kami berjalan menghampiri hadapan singgahsana, diriku meninggalkan Syhre dan Sangria dan berjalan sedikit lebih maju daripada Garnet. Jika di hadapan Paduka, diriku tidak perlu lagi bersandiwara. Setelahnya kami berjalan menghadap Paduka dan berlutut memberikan penghormatan. Suara yang ditimbulkan dari sosok tertinggi di tempat ini berdiri dari duduknya terdengar, begitu pula dengan anak beliau.

“Kehadiranmu sudah kutunggu, mari kita berpindah ruangan.”