#Duke of Akashic 

Duke of Akashic - Record III


Rambut hitam miliknya merupakan sesuatu yang jarang, dengan kulit pucat dan pakaian serba gelap membuatnya tampak bagai malaikat kematian yang ada di dalam kitab. Dirinya merupakan kumpulan misteri dan akan tetap menjadi misteri. Sosok yang dibuat tidak pernah ada, sosok yang telah digantikan dengan seseorang di depan umum, sosok yang memiliki besar kekaguman dariku sebanding dengan Ayahanda. Berjalan di belakangku bersama dengan tunangan dan pelayannya menuju ruangan terdalaman di istana ini. Tiada suara yang merembes, hanya Ayahanda yang memiliki gagang kuncinya, semua dibuat khusus untuk duke seorang. Bagi kami, tidak terkecuali Ayahanda, perkataannya adalah kepastian dan sarannya merupakan kewajiban.

“Ini pertemuan pertama kita sejak kelahiran putri anda, bukan, Putra Mahkota?”

“Kau benar, duke, sebelas bulan sejak saat itu.”

“Diriku yakin anda bisa mendengar sang putri memanggil anda ‘papa’ minggu depan.”

Aku menoleh ke belakang, “Benarkah? Aku tidak mengira kamu akan mencari hal semacam itu juga.”

“Setidaknya diriku ingin membawa kabar baik tuk merayakan pertemuan kita.”

“Begitukah, terima kasih. Aku sangat menantikannya.”

Ia sering mengatakan sesuatu yang entah datangnya dari mana begitu saja seperti tadi, menurutku itu membuatnya tambah menarik. Bagiku, Duke of Akashic sendiri layaknya saudara kandung yang tidak pernah kupunya. Secara umur diriku memiliki lebih, tapi tidak dengan kebijaksanaan. Entah karena kewajiban atau keinginan, pemikirannya sudah dewasa sejak ia menginjak usia awal remaja, di hari dimana ia menjadi kepala keluarga. Karena kebijakan itulah dirinya masih bisa waras walau tampak mati. Sebagai satu-satunya manusia yang bisa mengambil pengetahuan Akashic, dirinya memiliki banyak hal tuk tidak dibicarakan, dan Ayahanda sendiri paham betul situasinya. Hari dimana aku meminta bantuan Duke of Akashic akan datang, entah itu kepada dirinya atau keturunannya. Memahami apa yang boleh ditanyakan dan tidak merupakan kewajiban sebagai seseorang yang akan mewarisi singgahsana.

“Aku pikir kamu akan menolak undangan tuk menghadiri jamuan itu.”

“Diriku tidak datang tuk perjamuannya, melainkan tuk pertemuan ini.”

“Sayang sekali, padahal perayaan itu bisa dilaksanakan karena dirimu.”

Dari ujung mata aku dapat mengetahui ia menggelengkan kepala, “Diriku yakin pria itu dapat melakukan tugasnya.”

“Setidaknya ciciplah makanan yang ada, bagaimana?”

“Jika Putra Mahkota memaksa maka diriku tidak akan menolak lebih jauh.”

Tawaku bergema di lorong kecil, seperti biasa bibir miliknya datar tak bergerak.

Ketika Ayahanda memutar kuncinya, terdapat dua buah sofa dan meja kecil memotong di keduanya. Selain warna rambut, duke merupakan bangsawan langka yang tidak terlalu menyukai ale dan minuman beralkohol lainnya. Dia bisa meminumnya, tetapi akan menolak jika bisa. Karenanya di pojok ruangan ini sudah disiapkan beberapa—yang berasal dari kediaman duke—kantung teh sebagai minuman. Ayahanda sendiri yang awalnya tidak terbiasa mulai kecanduan karenanya, aku tidak menyangkal hal itu juga terjadi padaku.

“Syhre.”

Setelah namanya disebut, pelayan itu membungkukkan badannya dan berjalan menuju meja kecil di pojok ruangan. Untuk kali ini sisi duke tidaklah kosong, melainkan di isi oleh tunangannya yang mengambil duduk terakhir. Selain cangkir yang telah disiapkan oleh pelayannya, tergeletak sebuah laporan dan peta dunia yang membentang lebar. Baik peta dan laporan merupakan hasil tangan duke, untuk petanya adalah sebuah hadiah yang diberikan kepada Ayahanda olehnya. Di ruangan ini, duke memiliki kekuasaan mutlak, bahkan kepada Ayahanda dan diriku. Tidak ada pena tuk mencatat, tidak ada pula yang boleh melangkah keluar hingga pria itu membolehkannya. Satu-satunya tempat dirinya berkuasa penuh selain kediamannya.

Duke of Akashic, aku ucapkan terima kasih karena telah hadir di pertemuan ini.”

“Sungguh kata-kata yang tak pantas diriku terima, Paduka.”

“Seperti yang dikatakan putraku, sebenarnya aku tidak menyangka kamu akan datang.”

“Maafkan diriku karena tidak memberi kabar terlebih dahulu.”

“Permintaan maaf yang tidak perlu. Kedatanganmu berarti menandakan bahwa ada sesuatu yang perlu kamu katakan sendiri ketimbang menyampaikannya lewat Duchess of Garnet.”

“Benar sekali, Paduka.”

Duchess of Garnet, aku yakin kamu sudah membaca laporannya.”

Wanita bergaun merah lambang keluarganya itu menganggukkan kepala, “Saya telah memastikannya, kita sudah mendapatkan semua yang dibutuhkan tuk bernegosiasi dengan Esterna.”

“Kalau begitu, Duke of Akashic, kamu bisa langsung menyampaikan perihal kedatanganmu hari ini.”

“Baik, Paduka.”

Samar, aku dapat merasakan atmosfer di ruangan ini memberat. Jari-jari miliknya yang selalu terbungkus kain hitam saling berpagutan.

“Setidaknya ada empat hal yang ingin diriku sampaikan kepada Paduka, Putra Mahkota, dan juga Garnet.”

Kurasa tunangannya sendiri tidak mengetahui kenapa dirinya disebut.

“Pertama, diriku sekarang bisa memasuki Akashic selain melalui perpustakaan kediaman milikku.”

Ayahanda mengangkat alisnya, “Persyaratan khususnya?”

“Ruangan tertutup, apabila memiliki jendela maka berilah kain. Untuk ukuran diriku yakin tidak berpengaruh. Satu hal terpenting, diriku membutuhkan Syhre di pintu masuk.”

“Sebagai penjaga?”

Duke menggelengkan kepalanya, “Sebagai penghubung diriku dengan dunia ini. Sesungguhnya diriku masih belum yakin sepenuhnya. Dari kesaksian Syhre ketika diriku melakukan uji coba di ruangan berbeda, diriku yang melangkah keluar bagai mayat hidup hingga dirinya memanggilku.”

Baik aku dan Ayahanda melirik ke gadis yang memberikan jawaban dengan memejamkan matanya itu sembari merendahkan badan. Dirinya merupakan pelayan duke, sosok yang telah mendapatkan kepercayaan tuk melayaninya, tidak perlu diragukan kejujuran dalam ucapan. Walau begitu, kenyataan dia berasal dari ras itu masih meninggalkan keraguan kecil di hati ini.

“Diriku tidak ingin mengambil resiko dengan orang lain, karenanya tuk sekarang diriku membutuhkan Syhre dan Garnet agar bisa melakukan hal tersebut.”

“Saya, Tuanku?” tunangannya membuat gerakan menunjuk diri sendiri.

“Ya, diriku menyimpulkan bahwa sosok yang bisa menyadarkan diri ini adalah mereka yang telah menghabiskan waktu cukup banyak. Dirimu dan Syhre tidak perlu diragukan lagi tuk itu.”

“Kemampuan ini membuka peluang bagimu tuk bepergian. Aku rasa tinggal di kediaman milikmu terlalu lama tidaklah bagus, karenanya aku berpikir tuk mengirimmu ke beberapa daerah.”

“Diriku dengan senang hati menerima perintah, Paduka. Hanya saja, apabila Paduka mengirim diriku ke daerah cukup jauh, diriku akan meminta Kepala Pelayan dan Syhre tuk ikut pula.”

“Aku tidak akan mengirimu ke tempat berbahaya atau jauh, tentu saja pelayanmu akan tetap bersamamu. Untuk sekarang hal semacam itu masih belum diperlukan.”

“Diriku mengerti, Paduka.”

“Yang kedua?” aku bertanya tuk melanjutkan pembicaraan.

“Mengenai pernikahan diriku dan Garnet, diriku ingin meminta izin Paduka tuk melaksanakannya empat bulan sepuluh hari dari sekarang. Untuk daftar tamu akan diriku berikan dua minggu setelah hari ini. Apabila Paduka berkenan, diriku ingin meminjam salah satu vila paduka sebagai tempat acaranya.”

“Aku pikir kamu akan menundanya lebih lama.”

“Akashic mengubah rencana milikku.”

“Aku paham. Biaya persiapan tuk perjamuan semua akan ditanggung oleh pihak kerjaan, kamu bisa memilih vila yang menurutmu cocok. Restuku dan keluarga Garnet sudah kamu miliki.”

“Terima kasih atas kebaikan anda, Paduka.”

Duchess of Garnet, apa kamu memiliki keberatan? Dengan ini adikmu akan menjadi pemimpin keluarga Garnet berikutnya.”

Gadis itu menggeleng pelan, “Tidak, Paduka. Diri ini sepenuhnya percaya kepada segala keputusan yang Tuanku buat, karenanya saya dengan senang hati akan melepaskan kebangsawanan Duchess of Garnet.”

“Baguslah, aku serahkan bocah ini kepadamu.”

Suaraku yang menahan tawa dapat terdengar jelas, “Aku juga mengharapkan hal yang sama, Garnet.”

Tunangan milik si pria membuat senyum kecil, “Tentu saja, Paduka, Putra Mahkota.”

“Apa diriku bisa menambahkan satu hal?” wajahnya membuat ekspresi sedikit terganggu dan jujur saja itu tidak menakutkan sama sekali.

“Dan apakah itu?”

“Diriku masih belum yakin sepenuhnya, tetapi kemungkinan diriku dan Garnet akan mengangkat seorang putri setelah tiga bulan pernikahan kami. Ini merupakan bagian dari Lost Record, karenanya diriku tidak bisa mengatakan hal ini secara pasti. Hanya saja diriku ingin semua orang yang ada di sini mengetahuinya.”

“Tunggu dulu, mengangkat anak? Apakah kamu tidak berencana memiliki keturunan melalui hubunganmu dengannya?” tanpa kusadari nada bicaraku sedikit meninggi.

“Tiada maksud seperti itu, Putra Mahkota. Diriku akan memiliki seorang anak dari Garnet. Seperti yang diriku bilang, diriku sendiri belum tahu pasti keberadaan anak perempuan itu nantinya. Walau begitu, dengan segala hormat, diriku yakin diriku harus membawanya.”

“Tuanku…” wanita di sebelahnya memanggilnya dengan lirih.

“Kalau begitu seharusnya kamu tidak perlu mengatakannya sek—”

“Putraku, hentikan.”

Seketika mulut ini tertutup dan pikiranku tersadar, tidak seharusnya emosi mengambil alih tindakanku. Walau begitu, ketika aku mendengar ucapannya yang terkesan ragu-ragu, aku tidak bisa menahan emosi yang meluap ini.

“Aku yakin dirimu memiliki alasan sendiri, Duke of Akashic, karenanya aku ingin membahas hal ini lebih rinci di lain pertemuan. Karena alasan yang kita berdua tahu, keturunanmu sangatlah penting bagi kerajaan.”

“Saya paham betul, Paduka. Maafkan atas ucapan diriku yang meresahkan.”

“Aku maafkan. Katakan hal ketiga yang ingin kamu sampaikan.”

Tidak seperti sebelumnya kali ini dia mengambil waktu sejenak, “Diriku ingin bangsawan yang tercatat namanya di kertas ini menghilang.”

Dari kantung celananya secarik kerta ia berikan kepada kami, aku mengambilnya dan membaca isinya. Masing-masing nama memiliki metode tersendiri beserta alasan singkat pengeksekusian mereka. Didominasi oleh viscount dengan seorang count. Penjualan budak, korupsi pajak, dan membocorkan informasi. Aku sudah cukup lelah membuang sampah yang tiada habisnya semacam mereka. Menjijikan.

“Aku sendiri yang akan menghilangkan mereka.”

“Terima kasih atas pengertiannya, Putra Mahkota.”

“Yang keempat?” akhirnya kita mencapai akhir dari pembicaraan ini.

“Apabila tidak memilki kesibukan, baik Putra Mahkota dan Paduka diundang dalam perayaan bangsa Alv.”

“Heh? Alv?!”