#R 

Tentang R


R berkata—dengan tipis rasa tidak senang di wajahnya:

“Ini batasnya,” sembari menunjuk ke sebuah garis di tengah meja yg dibentuk oleh beberapa kotak pensil.

Sungguh hal yang konyol, namun kekonyolan ini memanglah hal yang wajar ia lakukan. Mengingat kembali, diriku tidak merasa kesal dengan perlakukannya. Mengiyakan tanpa kata dan membenarkan posisi duduk, aku menerimanya begitu saja. Entah karena kesombongan atau lainnya, mungkin apa yang di benakku saat itu adalah dirinya yang kekanak-kanakan.

Kenyataannya, kami memanglah anak-anak. Bocah laki-laki yang merasa sudah mengetahui dunia, dan seorang gadis yang sebenarnya lebih tahu banyak daripadanya. Mereka polos, tidak pula itu hal yang berdosa. Mereka naif, menikmati hidup lebih baik daripada diriku yang sekarang. Ketidaktahuan mereka adalah sesuatu yang kuirikan. Ketidaktahuan bocah laki-laki itu adalah sesuatu yang kuinginkan.

Cerita tentangnya tidak lebih dari cerita seorang gadis biasa. Yang terlihat rapuh, terdengar bawel, dan selalu ingin mencuri perhatian. Yang sebenarnya tegas, perhatian, dan mencoba bersikap baik dengan caranya sendiri.

R, adalah gadis biasa—gadis yang dulunya biasa. Kisah hidupnya berisi pertemuan dan kepergian yang saling bersilang, mengisi kekosongan dan meninggalkan kekosongan. Bukunya berisi ribuan coretan. Beberapa terhapus tak teringgal, beberapa masih membekas, dan beberapa ia tinggalkan tuk dikenang. Lembaran kertas telah tertuang kisah. Beberapa membuat tawa, tidak sedikit yang memiliki bekas basah oleh air mata. Robek atas amarah yang meluap, dan sesekali ia membiarkannya kosong begitu saja.

Dari ribuan lembar miliknya, kuharap namaku tertulis di salah satunya. Menjadi bagian kecil dari buku kehidupannya.

Di kala helai rambutnya telah memutih, kulitnya gak lagi kencang, dan… duduk bersama dengan orang yang mengasihi dirinya hingga akhir hayat, kau akan kembali mengingat hari-hari itu layaknya lembaran buku. Dan, ketika kau telah mencapai halaman yang tertuang bagian diriku dalamnya, kuharap kau berkata, “Ternyata aku punya teman yang seperti dirinya”, dan tertawa sesaat.

Aku ingin kau mengingatku sebagai seseorang yang telah menghabiskan masa hidupnya bersamamu.

Menghabiskan puluhan ribu detik denganmu, mendengar tawamu, dan melihatnya senyummu yang kekanak-kanakan.

Sebagai seorang teman.